Kota Salatiga, sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Semarang. Salatiga terletak 49 km sebelah selatan Kota Semarang atau 52 km sebelah utara Kota Surakarta, dan berada di jalan negara yang menghubungan Semarang-Surakarta. Salatiga terdiri atas 4 kecamatan, yakni Argomulyo, Tingkir, Sidomukti, dan Sidorejo. Kota ini berada di lereng timur Gunung Merbabu, sehingga membuat kota ini berudara cukup sejuk.
Salatiga berasal dari cerita rakyat,
prasasti maupun penelitian dan kajian yang cukup detail dari beberapa
sumber, menunjukkan bahwa Prasasti Plumpungan-lah yang dijadikan dasar
asal-usul Salatiga. Berdasarkan prasasti ini Hari Jadi Salatiga
dibakukan, yakni tanggal 24 Juli 750 yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Tingkat II Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 1995 tentang Hari Jadi
Salatiga.
Prasasti Plumpungan merupakan cikal
bakal lahirnya Salatiga, tertulis dalam batu besar berjenis andesit
berukuran panjang 170cm, lebar 160cm dengan garis lingkar 5 meter yang
selanjutnya disebut Prasasti Plumpungan.
Berdasar prasasti di Dukuh Plumpungan
tersebut, diketahui bahwa Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi,
pada waktu itu Salatiga merupakan daerah perdikan. yang artinya suatu
daerah dalam wilayah kerajaan tertentu.
Daerah ini dibebaskan dari segala
kewajiban pajak atau upeti karena daerah tersebut memiliki kekhususan
tertentu, daerah tersebut harus digunakan sesuai dengan kekhususan yang
dimiliki. Wilayah perdikan diberikan oleh Raja Bhanu meliputi Salatiga
dan sekitarnya.
Menurut sejarah, di dalam Prasasti
Plumpungan berisi ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah
perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Pada zamannya, penetapan
ketentuan Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang sangat
penting, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra. Penetapan prasasti
merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai
daerah perdikan atau swantantra. Desa Hampra tempat prasasti itu berada,
kini masuk wilayah administrasi Kota Salatiga. Dengan demikian daerah
Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan yang bebas pajak pada
zaman pembuatan prasasti itu adalah daerah Salatiga sekarang ini.
Konon, para pakar telah memastikan bahwa
penulisan Prasasti Plumpungan dilakukan oleh seorang citralekha
(penulis) disertai para pendeta(resi). Raja Bhanu yang disebut-sebut
dalam prasasti tersebut adalah seorang raja besar pada zamannya yang
banyak memperhatikan nasib rakyatnya.
Isi Prasasti Plumpungan ditulis dalam
Bahasa Jawa Kuno dan Bahasa Sansekerta. Tulisannya ditatah dalam petak
persegi empat bergaris ganda yang menjorok ke dalam dan keluar pada
setiap sudutnya.
Sumber : http://www.dprdsalatiga.com/main/profil/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar